Minggu, 30 Maret 2008

Akunpuntur tanpa jarum

Edi SutrisnoPengobatan Akupunktur Tanpa Jarum
Minggu, 14 Mei 2006Banyak jalan menuju kesembuhan. Seperti pengobatan alternatif yang ditawarkan Edi Sutrisno yang membuka praktek sehari-hari di kota Depok ini. Pijatan tangannya yang menari-nari di titik-titik akupunktur dengan menggunakan alat acupoint itu mampu mengobati sejumlah penyakit yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah, seperti stroke, hipertensi, diabetes melitus serta manfaat lainnya untuk kecantikan.
"Pengobatan acupoint ini relatif aman karena hanya menekan titik-titik akupunktur yang berfungsi untuk melancarkan sirkulasi darah," kata Edi, pria kelahiran Sragen, Jawa Tengah, 16 Juni 1975 yang memiliki nama lain Abdullah Wirai-- pemberian seorang syekh saat beribadah haji tahun 2001 lalu.
Edi menjelaskan, acupoint adalah alat dari China yang dibuat dengan teknologi tinggi serta memiliki efek untuk mengorek meridian dan mengaktifkan kolateral dan meningkatkan mikro sirkulasi. "Peralatan 3 in 1 ini, dirancang berdasarkan penelitian tentang terapi jarum sendok metode Sembilan Jarum China kuno, menggabungkan sinar magnetis energi tinggi modern dan denyut-denyut listrik," katanya.
Ditambahkan, jika ujung magnetisnya ditekan pada titik akupunktur, maka fokus sinar magnetis energi tinggi akan bekerja melalui kulit dan denyut listrik, sehingga dapat mengorek meridian dan kolateral, mengatur fungsi qi dan darah, memperlancar mikro sirkulasi pusat penyakit, dan mencegah penyakit, serta memelihara kesehatan dan kecantikan.
Edi bukan hanya mampu membantu orang terkena stroke, tapi juga bisa mengobati penderita kanker, tumor, diabetes, kelelahan, stres, dan berbagai macam penyakit lainnya termasuk pecandu narkoba.
Sudah banyak orang yang dibantunya mulai dari rakyat biasa, sampai gubernur, artis, dan pengusaha. Sebut saja nama Gubernur Gorontalo Fadel Mohamad, artis terkenal Didi Petet, pengusaha Trisulo, keluarga Sultan Brunai Darussalam, dan lainnya.
Pengalaman Susiana (50), penderita stroke yang sudah satu setengah tahun menggunakan tongkat penyanggah tubuhnya ini agaknya bisa menjadi contoh bagaimana keterampilan tangan Edi Sutrisno mampu membuat perempuan itu berjalan tanpa tongkat.
Awalnya, Susiana dibaringkan di atas matras dengan suhu tertentu yang bisa mengaktifkan molekur air dalam tubuh dan membersihkan darah, serta menyeimbangkan pH darah. Sekitar 15 menit dia diterapi dengan pijat dan totok di beberapa titik saraf tubuh dengan alat acupoint. Tak lama kemudian, Susiana bisa jalan sendiri tanpa tongkat. Padahal sebelumnya kaki sebelah kanannya lumpuh terserang stroke begitu juga dengan tangan kanannya.
Kepiawaian Edi dalam memijat sudah ada sejak kecil, tapi dia tidak menyadarinya. Dia bisa membantu orang yang lumpuh total bertahun-tahun, sembuh kembali. "Semua ini berkat bantuan Allah SWT. Saya hanya mediator saja," ujarnya merendah.
Anak kesepuluh dari 13 bersaudara ini, semasa bayi sampai usia empat tahun adalah balita sehat dan ceria. Suatu hari dia terserang demam panas tinggi. Oleh ibunya dia dibawa ke seorang mantri. "Mantri itu menyuntik saya. Setelah sampai di rumah, saya mengalami lumpuh total. Orangtua saya panik dan tidak bisa menerima keadaan itu. Mereka lalu membawa saya berobat ke mana-mana," ungkap Edi yang setahun lebih jalan merangkak.
Setelah berobat dan menjalani berbagai terapi, akhirnya Edi bisa berdiri dan berjalan kembali, tapi harus dibantu oleh tongkat karena kaki kirinya mengecil dan tidak kuat menopang tubuhnya (pincang). Sebagai orang yang tidak normal, Edi banyak mendapat ledekan, cemoohan, dan perlakuan yang merendahkan dirinya.
Pada usia delapan tahun, kenang Edi, ada tetangganya minta dipijat karena mengalami sakit tulang belakang. "Saya lalu memijat dia selama satu jam. Eh, Bapak itu bilang sakitnya hilang. Ketika di SMP ada teman keseleo seusai main bola, kakinya bengkak dan sakit. Lalu saya pijat sebentar, kakinya langsung baik."
Edi merasa benar-benar mempunyai ilmu mengobati orang, setelah dia berhasil membantu dokter kena stroke. "Dia lumpuh dan sulit bicara. Dua bulan saya merawatnya, akhirnya dia sembuh dan bisa berpraktik lagi. Waktu itu saya masih kelas dua SMA. Saya baru yakin bisa membantu kesembuhan orang lain," ungkap sarjana sastra Inggris dari sebuah universitas di Yogya ini.
Ada berbagai komunitas yang diikutinya, di antaranya sejak 1999 dia menjadi Relawan Club Stroke RS Bethesda Yogyakarta, mengikuti Konferensi Fisioterapi dan workshop se-Asia Tenggara. Dia juga belajar totok darah dengan profesor dari Jepang, kursus akupuntur di Singapura dan Kuala Lumpur, serta pernah membuka praktik di Mekah. Dia melakukan studi banding, praktik dan ikut training acupoint & matras di Brunai Darussalam selama satu bulan.
"Acupoint ini bagus, aman dan mudah digunakan. Bisa melancarkan sirkulasi darah. Begitu juga dengan matras, rasanya cocok bila dikombinasikan dengan ilmu pijat yang saya miliki," tutur Edi yang dari kecil selalu bekerja keras untuk menggapai cita-citanya.
Edi menuturkan hal yang membanggakan baginya adalah ketika dia diundang oleh para dokter di Kualalumpur, sebagai pembicara dalam sebuah seminar stroke di Konferensi Internasional Tianshi yang diadakan di negeri jiran itu pada 2004.
Kini dia sering terbang ke berbagai daerah bahkan luar negeri, diundang oleh perguruan tinggi, instansi pemerintah dan swasta, memberi ceramah di depan kepala dinas dan awak medis tentang terapi stroke dan mengatasi berbagai penyakit lainnya dengan pijat dan akupunktur. (H. Junaedi)

Tidak ada komentar: